Minggu, 07 Agustus 2011

Model Kurikulum Sosial Ekonomi Rendah

Posted by Arif Ediyanto in - 0 komentar

ABSTRAK

Amandemen UUD 1945 mengamanatkan pentingnya pendidikan nasional. Pasal 31 Ayat (1) dan (2) menjelaskan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya, serta setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan tanpa memandang status sosialnya, dan negara menjamin setiap warga negaranya dapat memperoleh minimal pendidikan dasar. Namun untuk mewujudkan hasil amandemen tersebut memerlukan anggaran sangat besar, disisi lain kemampuan pemerintah masih terbatas dan masih banyak masyarakat berkondisi sosial ekonomi sangat rendah. Dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada Maret 2006 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan adalah 39,05 juta jiwa atau 17,75%. Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan pedesaan tidak banyak berubah. Pada bulan Maret 2006, sebagian besar (63,41 persen) penduduk miskin berada di daerah pedesaan.

Kegiatan ini sebagai: 1) panduan untuk pemangku kepentingan dalam mengembangkan Kurikulum Pendidikan Layanan Khusus bagi peserta didik dalam kategori sosial ekonomi rendah, 2) alternatif kepada sekolah untuk memilih bentuk layanan khusus dan pedoman kepada pihak pengambil keputusan dalam hal Pendidikan Layanan Khusus.

Pengembangan pengembangan model dan penyempurnaan model peserta yang dilibatkan adalah Guru, PT, Widyaiswara, dan Dinas Pendidikan. Sedangkan pada pelaksanaan ujicoba melibatkan kepala sekolah dan guru-guru di SMA 18 dan SMK 11 Bandung.

Kegiatan dilakukan melalui: workshop kajian konsep bersama-sama dengan ahli dan praktisi, kajian kebutuhan lapangan, penyusunan kerangka model, pengembangan model, ujicoba model, presentasi model, dan penyempurnaan model.

Hasil dari kegiatan ini adalah tersusunnya model kurikulum bagi peserta didik sosial ekonomi rendah. Dimana disepakati bahwa sekolah wajib menampung peserta didik yang berasal dari sosial ekonomi rendah. Dalam pengembangan KTSP harus memperhatikan: 1) Panduan Penyusunan KTSP Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah dari Badan Standar Nasional Pendidikan, 2) Kondisi geografis sekolah, 3) Potensi sekolah, yaitu: sarana prasarana, Peserta didik, dan Pendidik dan tenaga kependidikan. Sekolah harus berkoordinasi dengan Komite Sekolah dan Dinas Pendidikan setempat. Sekolah harus berpijak pada panduan yang dikeluarkan dari BSNP, disamping itu dapat memperhatikan 3 aspek: 1) Prinsip Pengembangan KTSP PLK, yaitu: fleksibel, competence, independent, confident; 2) Karakteristik Peserta Didik, yaitu: siswa bekerja dan punya waktu, siswa bekerja dan tidak punya waktu, siswa ingin bekerja/berwirausaha, Siswa ingin melanjutkan pendidikan; 3) Perlakuan Khusus, yaitu: Switch, Penerapan SKS, Pengaturan Jadwal Khusus, Pemberdayaan ekonomi, 4) Tujuan akhir, yaitu: wirausaha, bekerja, dan melanjutkan ke PT.

Melihat realita permasalahan yang ada pada jenjang pendidikan menengah berkaitan dengan kebutuhan dunia luar, maka diperlukan kebijakan penyelenggaraan pendidikan layanan khusus. Pembekalan karakteristik kompetensi tertentu yang berbeda antara SMA dan SMK perlu dijembatani agar pendidikan menengah dapat memberikan layanan yang lebih variatif. Perlu dipikirkan pengembangan konsep multi exit multi entry pada jenjang pendidikan menengah. Khususnya peserta didik kategori sosial ekonomi rendah dapat memperoleh layanan khusus melalui kebijakan tersebut. Penggunaan sistem SKS akan menjadi pilihan dan jika perlu dibuatkan kurikulum khusus untuk mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blogroll

Partners

About