Minggu, 07 Agustus 2011

Artikel Peningkatan Prestasi Belajar Matematika

Posted by Arif Ediyanto in - 0 komentar

BUS MICRULED Dengan CDI yang SMART sebagai upaya meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Materi Geometri Dimensi Dua Kelas XI MM SMK Negeri 1 Kendal
Tahun Pelajaran 2010/2011

Arif Ediyanto*)

Abstrak : Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan keaktifan, prestasi belajar dan tercapainya ketuntasan sesuai yang diprogramkan. Teori yang digunakan adalah teori belajar humanistik dan konstruktivisme. Pelaksanaan setiap siklusnya yaitu: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik analisis data yang digunakan analisis deskriptif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan keaktifan dan prestasi belajar tiap siklus mengalami peningkatan. Kesimpulan penelitian ini adalah pembelajaran matematika dengan pendekatan HUKO menggunakan CD interaktif terbukti kebenarannya dapat meningkatkan keaktifan, prestasi belajar, dan mencapai KKM.

Kata Kunci: humanistik, konstruktivisme, CD interaktif
Abstract: The aim of this research is to increase the activity, learning achievement and the achievement of completeness as programmed. The theory used is humanistic and constructivist learning theory. Implementation of each cycle, namely: planning, execution, observation, and reflection. The data analysis technique used descriptive and qualitative analysis. The results showed liveliness and learning achievement of each cycle has increased. The conclusion of this research is to learning mathematics with HUKO approach using an interactive CD attested to increase the liveliness, learning achievement, and reach the KKM.


PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pembelajaran dengan pendekatan ekspositori masih banyak digunakan oleh guru. Pembelajaran tersebut menempatkan guru sebagai sumber informasi utama yang berperan dominan dalam proses pembelajaran, guru mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik dan peserta didik dianggap sebagai penerima pengetahuan yang pasif. Peserta didik tidak diberi kesempatan untuk berapresiasi dengan benda-benda yang ada di sekitarnya yang dapat berfungsi sebagai sumber belajar (Sanjaya 2008: 179-180).
Menurut Marpaung (2007: 2) pembelajaran ekspositori yang sampai sekarang masih dominan dilaksanakan dalam pembelajaran matematika di sekolah di Indonesia ternyata tidak berhasil membuat peserta didik memahami dengan baik apa yang mereka pelajari. Pengetahuan yang diterima secara pasif oleh peserta didik menjadi tidak bermakna bagi mereka, sehingga peserta didik tidak memberikan tanggapan yang optimal. Hal ini karena peserta didik dipaksa menerima pengetahuan dari gurunya tanpa mengetahui apa makna ilmu yang diperoleh tersebut.
Kemampuan yang rendah dalam menangkap konsep dengan benar merupakan salah satu penyebab peserta didik gagal dalam mempelajari matematika. Piaget (1973) dengan teori konstruktivismenya menyatakan bahwa setiap individu menciptakan makna dan pengertian baru, berdasarkan interaksi antara apa yang telah dimiliki, diketahui, dan dipercayai dengan fenomena, pendapat, atau informasi baru yang dipelajari. Secara umum konstruktivisme yaitu mendorong kolaborasi, kegiatan penduhuluan dan eksplorasi, dan menekankan pemecahan masalah otentik (Gupta, 2008). Akibatnya, peran guru berubah dari pengajar menjadi fasilitator dengan model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (Arends, 2008).
Kemampuan peserta didik menggunakan pengalaman atau pengetahuan yang telah mereka miliki untuk membangun pengetahuan yang baru sangat dipengaruhi media pembelajaran yang digunakan (Cunningham, 2006). Prinsip pokok yang harus diperhatikan dalam penggunaan media dalam kegiatan belajar mengajar adalah bahwa media digunakan dan diarahkan untuk mempermudah peserta didik belajar dalam upaya memahami materi pelajaran (Sanjaya, 2008).
Perilaku negatif yang dilakukan peserta didik dalam dunia pendidikan seperti tindakan melawan hukum, melanggar tata tertib, melanggar norma agama, dan tindakan yang merugikan orang lain harus diminimalisir oleh guru dan pihak-pihak terkait. Guru harus berbuat adil dalam memberikan hukuman bagi peserta didik yang melanggar agar kekerasan dalam dunia pendidikan tidak terjadi (Mulyasa 2008: 26). Hasil penelitian Assegaf (2002) menyatakan bahwa kekerasan dalam pendidikan dapat terjadi karena buruknya sistem dan kebijakan pendidikan yang berlaku. Muatan kurikukum yang mengandalkan kemampuan aspek kognitif dan mengabaikan pendidikan afektif menyebabkan berkurangnya proses humanisasi dalam pendidikan.
Budiningsih (2005) mengatakan bahwa proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Pendidikan humanistik memandang proses belajar merupakan bagian mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan. Filosofi humanistik yaitu memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk membangun sendiri realitas bagi dirinya dan menekankan pada kemampuan peserta didik dalam domain kognitif, afektif, dan psikomotorik (Baharudin dan Wahyuni, 2008).
SMK Negeri 1 Kendal merupakan ICT center  Kabupaten Kendal dan terletak di pusat kota. Berdasarkan observasi dan pengalaman mengajar di sana, materi geometri dimensi dua ini cenderung kurang diperhatikan. Pembelajaran yang mampu meningkatkan prestasi belajar peserta didik dan menanamkan nilai-nilai kehidupan dan kemanusiaan pada diri peserta didik diperlukan untuk mengatasi masalah rendahnya prestasi belajar tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan pendekatan humanistik dan konstruktivisme (HUKO) menggunakan CD interaktif yang menekankan pentingnya kerjasama, saling menghargai, dan tanggung jawab, sehingga diharapkan prestasi belajar peserta didik meningkat dan mencapai ketuntasan yang diprogramkan. Berdasarkan hal diatas diadakan penelitian tindakan kelas dengan judul Peningkatan Prestasi Belajar Matematika dengan Pendekatan HUKO Menggunakan CD Interaktif Materi Geometri Dimensi Dua Kelas XI Multimedia SMK Negeri 1 Kendal Tahun Pelajaran 2009/2010.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah pembelajaran matematika dengan pendekatan HUKO menggunakan CD interaktif dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar dan dapat mencapai ketuntasan yang diprogramkan. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar dan mencapai ketuntasan belajar yang diprogramkan menggunakan pembelajaran matematika dengan pendekatan HUKO menggunakan CD interaktif materi geometri dimensi dua.
Manfaat penelitian ini adalah memberikan pengalaman nyata kepada peserta didik akan pentingnya membangun pengetahuan (dengan konsep konstruktivisme) dan nilai-nilai humanistik (kerjasama, saling menghargai, dan tanggung jawab), mendapatkan pengetahuan baru tentang pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme dan humanistik yang dapat membantu meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Manfaat bagi guru yaitu melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif dalam pembelajaran materi geometri dimensi dua kelas XI SMK dan bagi peserta didik, yaitu memiliki nilai-nilai kemanusiaan sebagai dampak dari pembelajaran matematika yang humanistik dan dapat membangun pengetahuan yang telah dimilikinya dengan konsep belajar konstruktivisme.


LANDASAN TEORITIS
Matematika Humanistik
Baharuddin dan Wahyuni (2008: 142-143) menyatakan bahwa aliran humanistik memandang belajar adalah pengembangan kualitas kognitif, afektif dan psikomotorik. Gagasan dalam pendidikan humanistik adalah peserta didik harus mempunyai kemampuan untuk mengarahkan sendiri perilakunya dalam belajar, memotivasi diri sendiri dalam belajar, dan tidak  pasif dalam belajar (Slavin, 1994).
Gagasan yang penting dalam pendidikan humanistik adalah peserta didik harus mempunyai kemampuan untuk mengarahkan sendiri perilakunya dalam belajar, memotivasi diri sendiri dalam belajar, dan tidak  pasif dalam belajar (Slavin, 1994). Pelajaran matematika secara humanistik berarti menempatkan matematika sebagai bagian dari kehidupan nyata manusia. Proses pembelajarannya juga menempatkan pelajar bukan sebagai obyek, melainkan subyek yang bebas menemukan pemahaman berdasarkan pengalamannya sehari-hari (Susilo, 2008).
Menurut Alvin (dalam Haglund, 2004), karakteristik kelas humanistik terdiri dari: (1) menempatkan peserta didik dalam posisi penyelidik, bukan sebagai reseptor fakta dan prosedur, (2) membiarkan peserta didik untuk saling membantu memahami masalah dan solusinya lebih mendalam, (3) belajar berbagai cara untuk memecahkan masalah, bukan hanya suatu pendekatan aljabar. Selanjutnya yaitu (4) menunjukkan latar belakang sejarah matematika sebagai usaha manusia, (5) menggunakan masalah menarik dan pertanyaan-pertanyaan terbuka, bukan hanya latihan, (6) menggunakan berbagai teknik penilaian, (7) mengembangkan pemahaman dan apresiasi dari beberapa gagasan matematika. Karakteriktik yang lain yaitu: (8) membantu peserta didik melihat matematika sebagai ilmu tentang pola, dan (9) membantu peserta didik mengembangkan sikap kemandirian, kebebasan, dan rasa ingin tahu.
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator dan memberikan motivasi mengenai kesadaran makna belajar dalam kehidupan peserta didik. Peserta didik berperan sebagai pelaku utama yang memaknai proses belajarnya, sehingga peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya secara positif (Haglund, 2004).
Pembelajaran Konstruktivisme
Prinsip dasar yang mendasari filsafat konstruktivisme adalah semua pengetahuan dibangun dan bukan dipersepsi langsung oleh indera (Muijs dan Reynolds 2008: 96). Peserta didik membangun pengetahuannya secara aktif karena belajar adalah sebuah pencarian makna. Guru mendorong peserta didik untuk membangun makna dengan menstrukturalisasikan berbagai gagasan,eksplorasi, dan menghubungkan pengetahuan baru yang dibangun dari pengetahuan yang telah dimiliki (Kenny dan Wirth, 2009).
Menurut Hudojo (1998: 7-8), ciri-ciri pembelajaran dalam pandangan konstruktivisme adalah: menyediakan pengalaman belajar dengan mengkaitkan pengetahuan yang telah dimiliki, sehingga belajar merupakan proses pembentukan pengetahuan, menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar, karena suatu masalah dapat diselesaikan dengan berbagai cara. Ciri-ciri yang lain yaitu mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistis dan relevan dengan melibatkan pengalaman konkrit, misalnya memahami suatu konsep matematika melalui kenyataan kehidupan sehari-hari dan mengintegrasikan pembelajaran, sehingga memungkinkan terjadinya transmisi sosial.
Prinsip-Prinsip Pengajaran Konstruktivisme
Prinsip-prinsip pembelajaran konstruktivisme berturut-turut adalah: (1) modelling, konsepnya adalah guru melaksanakan sebuah tugas yang kompleks, (2) scaffolding, yaitu konsepnya guru memberikan sejumlah bantuan terbatas kepada peserta didik,  (3) coaching yaitu proses memotivasi peserta didik, menganalisis performa mereka dan memberikan umpan balik tentang kinerja mereka. Selanjutnya (4) artikulasi, yaitu konsepnya adalah mendorong peserta didik untuk mengartikulasikan gagasan, pikiran, dan solusi mereka, (5) refleksi, yaitu meminta peserta didik untuk melakukan refleksi terhadap aktivitas-aktivitasnya, (6), kolaborasi, disini menekankan peserta didik belajar dari peserta didik lain selama mereka berkolaborasi atau dengan guru. Prinsip yang lain yaitu (7) eksplorasi dan mengatasi masalah, yaitu memberikan pilihan kepada peserta didik dan mendorong mereka untuk menghasilkan beragam opsi dan jawaban dan (8) fleksibilitas dan adaptif, yaitu guru dalam merencanakan pembelajarannya tidak kaku, guru membiarkan peserta didik mengarahkan pembelajarannya.
Pembelajaran Kontruktivisme Piaget dan Vygotsky
Menurut Piaget (1973) manusia tumbuh, beradaptasi, dan berubah melalui perkembangan fisik, perkembangan kepribadian, perkembangan sosio emosional, dan perkembangan kognitif. Tahapan kemampuan kognitif manusia dari lahir sampai dewasa  yaitu tahap sensori motor, sejak manusia lahir sampai berusia 2 tahun; tahap pra-operasional, dari usia 2 tahun sampai 7 tahun; tahap operasi konkret, dari usia 7 tahun sampai 11 tahun; dan tahap operasi formal, dari usia 11 tahun ke atas (Baharudin dan Wahyuni 2008: 123).
Menurut Muijs dan Reynolds (2008: 105) rancangan model pembelajaran konstruktivisme, yaitu: pertama, fase pendahuluan yaitu guru mengukur pengetahuan peserta didik sebelumnya dan menetapkan berbagai kegiatan. Guru dapat mulai dengan pertanyaan umum terbuka atau dengan sebuah masalah yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Kedua, fase eksplorasi, yaitu peserta didik mengerjakan kegiatan eksploratif, melibatkan situasi atau bahan-bahan riil, dan memberikan kesempatan untuk kerja kelompok dan ketiga, fase refleksi, yaitu peserta didik diminta untuk memeriksa kembali, menganalisis, dan mendiskusikan apa yang telah mereka kerjakan. Adapun yang kelima, fase aplikasi dan diskusi, yaitu guru meminta peserta didik untuk mendiskusikan berbagai temuan dan menarik kesimpulan.
Pembelajaran Geometri Dimensi Dua
Geometri dan pengukuran adalah salah satu standar kompetensi penting dalam matematika, namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa peserta didik sekolah menengah mengalami kesulitan ketika menyelesaikan tugas dalam pembuktian geometri, menyelesaikan tes pengetahuan  geometri standar, dan menyelesaikan tes geometri pada akhir program (Martinez, 2005).
CD Interaktif sebagai Media Pembelajaran Matematika
Peran multimedia dalam pembelajaran matematika menurut Chambers (2008: 214) yaitu bentuk kreativitas untuk mempermudah mengasosiasikan seni, desain, dan tulisan dalam matematika. Dale secara jelas memberi penekanan terhadap pentingnya media dalam pengajaran, yaitu semakin banyak indera yang dimanfaatkan oleh peserta didik, semakin baik daya ingat yang dialami oleh peserta didik (Sanjaya, 2008).
Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan HUKO
Proses pembelajaran adalah proses yang dapat mengembangkan potensi peserta didik. Potensi itu hanya mungkin dapat berkembang jika peserta didik terbebas dari rasa takut, tegang, dan proses pembelajaran merupakan proses yang menyenangkan (Sanjaya 2008: 134). Peran guru adalah memberikan bantuan kepada peserta didik untuk membangun makna dengan menstrukturalisasikan berbagai gagasan, eksplorasi, dan menghubungkan pengetahuan baru dengan apa yang sudah diketahui (Kenny dan Wirth, 2009).
Variabel Penelitian
Keaktifan Peserta Didik
Keaktifan peserta didik merupakan faktor yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Selama proses belajar mengajar berlangsung, diharapkan peserta didik terlibat aktif dan sungguh-sungguh dalam semua kegiatan untuk membangun sendiri konsep-konsepnya.
Prestasi Belajar
Menurut Winkel (1991:42), hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai peserta didik di mana setiap kegiatan belajar dapat menimbulkan suatu perubahan yang khas. Prestasi adalah kemampuan seseorang dalam menyelesaikan suatu kegiatan, secara singkat dapat dikatakan prestasi adalah hasil usaha. Dari segi guru, penilaian hasil belajar akan memberikan gambaran mengenai keefektifan mengajarnya, apakah pendekatan dan media yang digunakan mampu membantu peserta didik mencapai tujuan belajar yang ditetapkan. Tes prestasi belajar yang dilakukan oleh setiap guru dapat memberikan informasi sampai dimana penguasaan dan kemampuan yang telah dicapai peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran tersebut.
Penelitian yang Relevan
Beberapa hasil penelitian yang relevan adalah: pertama, hasil penelitian humanistik dari Assegaf (2002) menyatakan bahwa kekerasan dalam pendidikan dapat terjadi karena buruknya sistem dan kebijakan pendidikan yang berlaku. Kedua, hasil penelitian tentang konstruktivisme dari Bahbahani (2006) menyatakan bahwa penggunaan  konstruktivisme dalam pembelajaran mempengaruhi prestasi, motivasi dan aktualisasi diri peserta didik. Ketiga, hasil penelitian Sukestiyarno (2004) menyatakan bahwa pembelajaran matematika berbasis media dan teknologi, ternyata menunjukkan semangat peserta didik untuk mempelajari materi yang sedang dipelajari melalui CD interaktif.
Kerangka Berpikir
Pembelajaran BUS MICRULED dengan CDI yang SMART dimulai dengan menanamkan nilai-nilai humanistik (kerjasama, saling menghargai, tanggung jawab) baik dalam kelompok maupun dalam kelas supaya pembelajaran tidak tegang, takut, dan dalam suasana yang nyaman dan menyenangkan dengan kerangka sebagai berikut:



Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika dengan pendekatan HUKO menggunakan CD interaktif diduga dapat meningkatkan keaktifan, prestasi belajar peserta didik, dan mencapai ketuntasan belajar yang diprogramkan.


METODE PENELITIAN
Setting Penelitian
Penelitian ini dirancang berlangsung selama 3 bulan yaitu dari Januari-Maret 2011 dari persiapan sampai menyusun laporan hasil penelitian. Kegiatan penelitian dilakukan di kelas XI Kompetensi Keahlian Multimedia (MM) di SMK N 1 Kendal semester genap tahun pelajaran 2010/2011 dengan jumlah peserta didik 35 orang.  
Subyek Penelitian
Subyek/sampel dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas XI Multimedia SMK N 1 Kendal tahun pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 31 peserta didik.
Sumber Data
Sumber data penelitian ini didapat didapat dari ulangan harian yang telah direncanakan dengan SK menentukan kedudukan, jarak, dan besar sudut yang melibatkan titik, garis, dan bidang dalam ruang dimensi dua dan data observasi yang didapat dari pengamatan keaktifan peserta didik dan angket.
Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik dan alat pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu pertama, tes yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh data tes prestasi belajar (TPB) kelas XI MM materi geometri dimensi dua. Kedua, pengamatan, yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh data tentang keaktifan peserta didik dalam pembelajaran dan ketiga, angket yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh data tentang tanggapan peserta didik terhadap proses pembelajaran. Angket ini diberikan pada akhir siklus untuk merefleksi pembelajaran yang dilakukan.
Validasi Data
Validasi data yang dilakukan meliputi modul dan tes prestasi belajar, sehingga data yang diperoleh diharapkan valid dan dilakukan oleh 2 teman sejawat dan diketahui oleh wakil kepala sekolah bidang kurikulum (WKS 1).
Analisis data
Analisis data yang digunakan yaitu analisis yang digunakan adalah analisis diskriptif komparatif yaitu  membandingkan nilai tes kondisi awal (siklus 1), nilai tes setelah siklus 2 dan nilai tes setelah siklus 3 yang digunakan untuk merefleksi kegiatan pada tiap-tiap siklus  dan analisis deskriptif digunakan terhadap data hasil pengamatan peserta didik selama proses pembelajaran dengan menjumlahkan skor setiap aspek yang diamati yaitu partisipasi dalam mengawali pembelajaran, partisipasi dalam proses pembelajaran, tugas dan reaksi tugas.
Indikator Kinerja
Indikator kinerja dalam penelitian ini yaitu pertama, terdapat peningkatan keaktifan peserta didik kelas XI MM SMK N 1 Kendal tahun pelajaran 2009/2010 pada materi geometri dimensi dua, kedua, terdapat peningkatan prestasi belajar peserta didik kelas XI MM SMK N 1 Kendal tahun pelajaran 2009/2010 materi geometri dimensi dua yaitu rata-rata ³ 70 dari semula + 64. Ketiga yaitu tercapainya ketuntasan sesuai yang diprogramkan yaitu 85% peserta didik mencapai KKM, dengan KKM-nya yaitu 65.
Prosedur Tindakan
Prosedur tindakan yang diambil adalah Guru mitra dan peneliti berkolaborasi untuk menyiapkan materi yang diteliti dan dipelajari peserta didik, secara kolaborasi peneliti dan guru mitra membuat RPP, media pembelajaran, instrumen pengamatan dan prestasi belajar, pedoman penskoran TPB, dan pada pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan HUKO peserta didik distimulus dengan CD interaktif dan modul untuk membangun pengetahuan sendiri menggunakan pengalaman yang telah dimilikinya. Peserta didik dimotivasi untuk mengerjakan soal dalam modul secara mandiri atau kelompok. Pada pembelajaran berakhir guru selalu meminta peserta didik untuk mengeksplorasi CD interaktif dan modul.
Kegiatan dirancang dengan penelitian tindakan kelas. Tahapan langkah disusun dalam siklus penelitian. Setiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi dan penelitian dirancang dalam 3 siklus.  

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA
Deskripsi Siklus I
Pada saat diskusi berlangsung terlihat bahwa beberapa peserta didik masih belum bisa berinteraksi dengan baik, kurang aktif, kerjasama perlu ditingkatkan, dan peserta didik yang pandai masih dominan dalam mengerjakan soal. Data hasil ulangan harian menunjukkan bahwa peserta didik yang mencapai tuntas hanya 16 peserta didik (58,06%) dengan rata-rata 63,45.
Deskripsi Siklus II
Pada saat diskusi berlangsung terlihat bahwa beberapa peserta didik sudah mulai dapat berinteraksi dengan baik, keaktifan mulai tumbuh, kerjasama mulai terlihat, dan peserta didik yang pandai tidak lagi mendominasi kegiatan baik diskusi dan presentasi. Data hasil ulangan harian menunjukkan bahwa peserta didik yang mencapai tuntas sebesar 70,97% atau 22 peserta didik dengan rata-rata 67,45. Artinya 29,03% atau 9 peserta didik belum mencapai KKM.
Deskripsi Siklus III
Pada saat diskusi berlangsung terlihat bahwa beberapa peserta didik interaksinya semakin dengan baik, keaktifan meningkat, kerjasama mulai terjalin dengan baik, dan kegiatan diskusi dan presentasi lebih hidup dan menarik. Data hasil ulangan harian menunjukkan bahwa peserta didik yang mencapai tuntas yaitu sebesar 87,10% dengan rata-rata 72,32. Artinya telah mencapai ketuntasan yang diprogramkan yaitu nilai rata-rata ≥ 70 dan minimal 85% peserta didik mencapai KKM.
Hasil angket peserta didik menunjukkan bahwa persentase terbesar respon peserta didik terhadap komponen mengajar adalah senang dan baru. Tanggapan  minat peserta didik untuk mengikuti pembelajaran berikutnya, dan komentar peserta terhadap modul dan CD Interaktif peserta didik dilihat dari kemudahan bahasa, tampilan, isi, dan manfaat adalah bagus. Selain itu, antusiasme dan motivasi serta manfaat pembelajaran matematika dengan pendekatan HUKO menggunakan CD interaktif juga bagus dan lebih inovatif. Secara umum dapat disimpulkan bahwa tanggapan peserta didik terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan HUKO menggunakan CD interaktif adalah baik.
Pembahasan pelaksanaan tindakan
Pada siklus I, saat diskusi berlangsung terlihat bahwa beberapa peserta didik masih belum bisa berinteraksi dengan baik, kurang aktif, kerjasama perlu ditingkatkan, dan peserta didik yang pandai masih dominan dalam mengerjakan soal. Pada siklus II, saat diskusi berlangsung terlihat bahwa beberapa peserta didik sudah mulai dapat berinteraksi dengan baik, keaktifan mulai tumbuh, kerjasama mulai terlihat, dan peserta didik yang pandai tidak lagi mendominasi kegiatan baik diskusi dan presentasi. Pada siklus II ini terlihat sudah ada peningkatan dibanding siklus I. Tindakan yang diambil di siklus II untuk lebih mengaktifkan peserta didik adalah dengan membuat laporan tugas rangkuman materi dan menyimpulkan hasil diskusi sebagai tugas mandiri. Pada siklus III, saat diskusi berlangsung terlihat bahwa beberapa peserta didik interaksinya semakin dengan baik, keaktifan meningkat, kerjasama mulai terjalin dengan baik, dan kegiatan diskusi dan presentasi lebih hidup dan menarik. Tindakan yang diambil di siklus III untuk lebih mengaktifkan lagi peserta didik adalah dengan membuat laporan tugas rangkuman materi, menyimpulkan hasil diskusi sebagai tugas mandiri, dan menuliskan hasil eksplorasi di kartu masalah. Jadi dapat disimpulkan bahwa keaktifan peserta didik dari siklus I, siklus II, dan siklus III semakin meningkat.
Pembahasan hasil observasi
Data keaktifan peserta didik berdasarkan analisis terhadap skor pengamatan keaktifan peserta didik pada siklus I adalah masih ada peserta didik yang mempunyai keaktifan rendah dan rata-rata yang mempunyai keaktifan sedang dan tinggi berturut-turut adalah 67,74% dan 30,65%. Kemudian pada siklus II sudah ada peningkatan yaitu tidak ada lagi yang mempunyai keaktifan rendah, rata-rata keaktifan sedang 48,39% dan keaktifan tinggi terjadi peningkatan 21,04% dibanding siklus I. Pada siklus III rata-rata keaktifan sedang 22,58% dan keaktifan tinggi meningkat 16,17.
Data TPB juga menunjukkan adanya peningkatan yaitu pada siklus I sebanyak 16 peserta didik (58,06%) mencapai KKM dengan rata-rata 64,26, siklus II peserta didik yang mencapai tuntas sebesar 70,97% atau 22 peserta didik dengan rata-rata 67,45 dan pada siklus III yaitu sebesar 87,10% atau 27 peserta didik dengan rata-rata 72,32. Hal ini berarti potensi peserta didik dimanfaatkan secara baik oleh guru untuk membangun materinya sendiri (Haglund, 2004).
Pembahasan refleksi
Pada siklus pertama terlihat masih banyak peserta didik yang belum berinteraksi dengan baik, kerjasama dan saling menghargai masih kurang, tanggung jawab terhadap tugas masih kurang, keaktifan perlu ditingkatkan, dan kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan tes prestasi belajar belum sesuai yang diprogramkan. Jadi pembelajaran dengan pendekatan HUKO menggunakan CD interaktif belum berhasil pada siklus ini. Berdasarkan refleksi siklus I ini kemudian pada sklus II dan siklus III sudah ada peningkatan yang signifikan. Refleksi yang dilakukan yaitu peserta didik diberi kesempatan belajar untuk memecahkan masalah, sehingga tujuan pengajaran humanistik (Drost 1998: 110) dengan menggunakan langkah-langkah pembelajaran konstruktivisme (Muijs dan Reynold 2008: 105) yang didalamnya memuat aspek-aspek humanistik dapat tercapai.
Hasil Penelitian
Data keaktifan peserta didik dengan pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan HUKO atau dengan langkah-langkah konstruktivisme (Muijs dan Reynold 2008: 105) yang didalamnya memuat aspek-aspek humanistik, diperoleh data bahwa selama 6 pertemuan, rata-rata keaktifan peserta didik mengalami peningkatan yang signifikan. Hasil pengamatan kerjasama, tanggung jawab, dan saling menghargai yang merupakan aspek-aspek humanistik juga mengalami peningkatan yang signifikan dari satu pertemuan ke pertemuan berikutnya. Hasil ini mendukung teori belajar humanistik yang dikemukakan Piaget (1973) dan Vygotsky (2002) bahwa pengetahuan dapat dibangun secara aktif oleh peserta didik melalui interaksi dan kerjasama dengan peserta didik yang lain.Hal ini mendukung hipotesis bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan HUKO menggunakan CD interaktif dapat meningkatkan keaktifan peserta didik.
Hasil ulangan harian juga menunjukkan adanya peningkatan dari siklus I, siklus II, dan siklus III dengan berturut-turut rata-ratanya 63,45; 67,45; dan 73,32. Hasil analisis memperlihatkan bahwa hasil penelitian ini mendukung tujuan mendasar diterapkannya pendekatan humanistik (Drost 1998: 110) dan konsep belajar menurut Piaget (1973) dan Vygotsky (1978) melalui konsep konstruktivisme. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian terdahulu yaitu: (1) hasil penelitian Guskey, dkk (1983) yang menyatakan bahwa kelas yang diberi perlakuan khusus (kelas eksperimen) dapat mencapai ketuntasan yang diprogramkan, (2) Haglund (2004) yang menyatakan bahwa kelas humanistik mengembangkan potensi peserta didik secara maksimal dibandingkan kelas lain. Dari penelitian ini dapat membuktikan hipotesis bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan HUKO menggunakan CD interaktif dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik dan mencapai ketuntasan yang telah diprogramkan yaitu peserta didik yang mencapai KKM 65 mencapai 80%.


PENUTUP
Simpulan
Simpulan penelitian ini adalah pertama, pembelajaran matematika dengan pendekatan HUKO menggunakan CD interaktif materi geometri dimensi dua dapat meningkatkan keaktifan peserta didik dengan target yang ditetapkan. Kedua, pembelajaran matematika dengan pendekatan HUKO menggunakan CD interaktif materi geometri dimensi dua dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik yaitu dari rata-rata siklus I, siklus II, dan siklus III berturut-turut adalah 63,45; 67,45; dan 72,32. Adapun yang ketiga yaitu pembelajaran matematika dengan pendekatan HUKO menggunakan CD interaktif materi geometri dimensi dua dapat mencapai ketuntasan yang telah diprogramkan yaitu peserta didik yang mencapai KKM 65 mencapai 87,10% atau lebih tinggi dari yang diprogramkan yaitu 85%.
Saran
Saran dalam penelitian ini adalah unsur humanistik dalam pembelajaran sebaiknya dieksplorasi lebih jauh, sehingga kesan humanistik lebih menonjol, misalnya dengan membuat CD interaktif, modul, dan tes hasil belajar bernuansa humanistik yang dapat dikembangkan bersama team teaching di sekolah. Selain itu, pelaksanaan pembelajaran matematika yang humanistik ini banyak bergantung pada guru yang mengajarkannya, oleh karena itu sebelum guru melaksanakan pembelajaran hendaknya dilatih terlebih dahulu dan Guru sebaiknya mengubah paradigma dalam pengajarannya yaitu dari pengajaran guru yang berpusat pada guru menjadi pengajaran yang berpusat pada peserta didik, sehingga peserta didik dapat dilibatkan lebih banyak dalam proses pembelajarannya. Terakhir sekolah atau dinas terkait memberikan fasilitasi desiminasi hasil penelitian dalam forum ilmiah.


DAFTAR PUSTAKA
Assegaf, R.A. 2002. Kondisi dan Pemicu kekerasan dalam Pendidikan. Jurnal Penelitian Istiqro, vol.2, no.1, 221-225.
Arends, R. 2008. Learning to Teach: Belajar untuk Mengajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baharudin dan Wahyuni, 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ruzz Media.
Bahbahani, K.  2006.  Inside  Look:  An  Interior  Portrait  of  Constructivist  Teachers. The Construktivis Journal, vol.17, no.1, 1091-1098.
Budiningsih, C. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Chambers. 2008. Teaching Mathematics: Developing as a Reflective Secondary Teacher. London. Sage.
Cunningham, D. 2006. The Seven Principles of Constructivist Teaching: A Case Study. The Construktivis Journal, vol.17, no.1, 2011-2021.
Drost, J. 1998. Pendidikan Sains yang Humanistik. Yogyakarta: Kanisius Universitas Sanata Dharma.
Gupta, A. 2008. Constructivism and Peer Collaboration in Elementary Mathematics Education: The Connection to Estimology. Eurasia Journal of Mathematics, vol. 4, no.4, 381-386.
Guskey, dkk. 1983. The Effectiveness of Mastery Learning Strategies in Undergraduate Educations Courses. Journal of Educational Research, vol.76, No. 4, 210-214.
Haglund, R. 2004. Using Humanistic Content ang Teaching Methods to Motivate Student and Counteract Negative Perception of Mathematics. http://www.hmc.edu/www_common/hmnj/index.html/10/2009).
Hudojo, H. 1998. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.
Kenny dan Wirth. 2009. Implementing Participatory, Constructivist Learning Experiences Through Best Practices in Live Interactive Performance. The Journal of Effective Teaching, vol. 9, no.1, 34-47.
Marpaung, Y. 2007. Pendekatan Multikultural Dalam Pembelajaran matematika. Makalah dipresentasikan Pada Seminar Nasional MIPA. Unnes Semarang. 19 Desember 2006.
Martinez, dkk.  2005. ICT in Mathematics Education: Geometry Problem Solving with Applets. http://www.formatex.org/micte2005 ( 17/10/2009).
Muijs dan Reynold. 2008. Effective Teaching: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Mulyasa, E. 2008. Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Piaget, J. 1973. The Child and Reality (W. Mays, Trans). London: Routledge & Kegan Paul.
Sanjaya, W. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Slavin, R. 1994. Educational Psychology. Theory and Practice. Edisi 4. USA: Admission of Paramount Publishing.
Susilo, F. 2004. Matematika Humanistik. Yogyakarta: Yayasan BP Basis.
Vygotsky. 1978. Characteristics of Constructivist Learning and Teaching. http://www.stemnet.nf.ca (26/11/2009).
Winkel, W.S. 2004. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blogroll

Partners

About